Banner IDwebhost
Banner IDwebhost
DAERAH  

Kemenag Demak Digeruduk Pegiat Sosial, Dugaan Konspirasi di Balik Grebeg Besar

Civil society pertanyakan transparansi sewa lahan BKM untuk event tandingan di tengah tradisi Grebeg Besar Demak

Kemenag Demak Digeruduk Pegiat Sosial, Dugaan Konspirasi di Balik Grebeg Besar
Kemenag Demak Digeruduk Pegiat Sosial, Dugaan Konspirasi di Balik Grebeg Besar

REALITANEWS.OR.ID, DEMAK – Suasana di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Demak memanas pada Selasa (20/5), ketika sejumlah pegiat sosial dan awak media mendatangi instansi tersebut untuk meminta klarifikasi terkait dugaan konspirasi dalam penyelenggaraan Grebeg Besar Demak 2025.

Kedatangan mereka dipicu oleh munculnya even tandingan yang digelar oleh Diana Ria Enterprise, sebuah event organizer (EO) yang sebelumnya memegang hak penyelenggaraan tradisi tahunan Grebeg Besar. Even ini dilaksanakan di lokasi yang berdekatan dan waktu yang beriringan dengan acara utama Grebeg Besar yang diselenggarakan pihak pemenang lelang resmi.

Yang menjadi sorotan, even tandingan tersebut diselenggarakan di atas lahan milik Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Demak, yang disewa oleh pihak Diana Ria dengan nilai Rp1 juta per hari atau Rp30 juta per bulan. Sementara pihak EO resmi pemenang lelang dikabarkan harus menyetor hingga Rp389,5 juta sebagai kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Demak.

“Ini tidak sekadar soal event, ini tentang ketidakadilan dan potensi sabotase terhadap tradisi besar yang sudah menjadi bagian dari identitas masyarakat Demak,” ujar M. Rohmat, salah satu pegiat sosial dari Desa Karangrejo, Kecamatan Wonosalam.

BACA JUGA :   Lingkungan Rusak Akibat Galian C Ilegal di Kampar, Warga Desak Tindakan Tegas

Menurutnya, pernyataan pihak Kemenag Demak yang mengaku tidak mengetahui jadwal Grebeg Besar adalah hal yang mencurigakan dan tidak masuk akal. “Grebeg Besar itu sudah seperti kalender wajib. Anak saya yang TK saja tahu kapan acaranya. Bagaimana mungkin pejabat di Kemenag tidak tahu?” sindirnya.

Rohmat juga menduga perjanjian sewa lahan antara BKM dan Diana Ria tidak dikomunikasikan secara menyeluruh di internal pengurus. Ia menilai ada indikasi keterlibatan banyak pihak dalam membiarkan munculnya event kembar ini.

Menanggapi hal ini, Daniel dari bagian Humas dan Protokol Kemenag Demak yang mewakili Kepala Kantor Kemenag Taufik (yang saat itu tidak berada di tempat), mengakui bahwa lahan milik BKM memang disewa oleh Diana Ria Enterprise. Ia mengatakan bahwa perjanjian telah ditandatangani sejak 11 April dengan pelaksanaan kontrak mulai 17 Mei hingga 15 Juni 2025.

Daniel menjelaskan bahwa pihaknya menganggap tawaran sewa dari Diana Ria sebagai peluang untuk mengembangkan aset BKM dan memberikan manfaat bagi pelaku UMKM setempat. Namun ia mengaku belum bisa menunjukkan surat perjanjian secara fisik karena Kepala Harian BKM, Ali Mustofa, sedang tidak di kantor.

BACA JUGA :   PGP Serahkan Bantuan Meja dan Bangku untuk Kantin Sekolah

Pernyataan ini langsung menuai kritik dari para pegiat sosial. Mereka menyebut penjelasan Kemenag sebagai “dagelan tidak lucu” yang merusak kepercayaan publik terhadap lembaga keagamaan.

Dugaan adanya konspirasi lokal pun mencuat. Pegiat sosial menyebut bahwa event tandingan tersebut bukan hanya mengganggu pelaksanaan tradisi, tetapi juga berpotensi merusak stabilitas sosial dan ekonomi wilayah, serta mengganggu peningkatan PAD Kabupaten Demak di masa mendatang.

Ketua DPP Aliansi Tajam, R. Sefrin Ibnu Widiatmoko, SH, MH yang ditemui wartawan secara terpisah di Semarang pada 22 Mei menyatakan bahwa persoalan ini mencerminkan lemahnya koordinasi antara Kemenag Demak dengan Pemerintah Daerah. Ia menyayangkan jika instansi yang menjadi wakil pemerintah pusat di daerah justru abai terhadap kearifan lokal.

“Kami akan bersurat ke kementerian terkait agar persoalan ini dievaluasi. Ketidaktahuan terhadap tradisi keagamaan lokal seperti Grebeg Besar adalah preseden buruk yang tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.

Kontroversi ini menambah deretan panjang persoalan pengelolaan tradisi budaya yang berubah menjadi ajang kepentingan bisnis. Publik pun menanti langkah tegas dari instansi terkait untuk menegakkan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pengelolaan aset dan agenda budaya keagamaan. [*]

BACA JUGA :   Kasus Korupsi Dana Hibah Mujahidin: Kejati Kalbar Menunggu Hasil Perhitungan Kerugian Negara

 

BERITA TERBARU YANG DISARANKAN !

Tinggalkan Balasan

criptRootC1396463">