REALITANEWS.OR.ID, SAMBAS KALBAR || Tindakan arogan seorang oknum satpam berinisial SD di lokasi pembangunan SMKN 2 Pemangkat berujung pada pelaporan resmi oleh Ikatan Wartawan Online (IWO) Indonesia Kabupaten Sambas. Satpam tersebut dituduh menghalangi wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik, yang dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pers.
Kejadian ini bermula pada Senin, 30 September 2024, ketika Ketua IWO Indonesia Kabupaten Sambas, Revie Achary, bersama tiga wartawan lainnya dari berbagai media seperti Kalimantan Post, News Investigasi, GBTV Indonesia, dan Ungkap Fakta, mengunjungi proyek pembangunan SMKN 2 Pemangkat. Wartawan tersebut bermaksud meliput dan mencari informasi terkait dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi Kalimantan Barat.
Namun, mereka dihadang oleh SD, yang dengan nada tinggi melarang wartawan untuk masuk ke area proyek dan melakukan liputan. Tanpa memberikan alasan yang jelas, SD menyatakan bahwa media tidak diperbolehkan meliput di lokasi tersebut. Tindakan tersebut langsung memicu ketegangan di lokasi.
“Perbuatan ini jelas melanggar UU Pers. Kami sebagai wartawan dilindungi oleh hukum untuk menjalankan tugas jurnalistik. Tindakan SD ini adalah perbuatan melawan hukum, dan kami tidak bisa tinggal diam,” ujar Ketua IWO Sambas, Revie Achary, menjelaskan insiden tersebut.
Pada Senin, 7 Oktober 2024, IWO Sambas secara resmi melaporkan SD ke Polres Sambas atas dugaan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menghalangi tugas wartawan dapat dikenai hukuman pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.
Laporan tersebut diterima oleh Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Rahmad Kartono, yang berjanji untuk segera memproses laporan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Revie juga menambahkan bahwa IWO telah melampirkan sejumlah bukti otentik dalam laporannya, termasuk kronologi kejadian, foto-foto, dan berbagai kliping berita dari media yang terlibat.
Selain melanggar UU Pers, tindakan SD juga dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Proyek pembangunan SMKN 2 Pemangkat, yang menggunakan dana publik, seharusnya terbuka bagi media untuk diliput sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat.
“Kami berharap kasus ini segera diproses oleh pihak kepolisian. Ini bukan hanya soal pelanggaran terhadap wartawan, tapi juga soal penegakan hukum dan transparansi proyek pembangunan yang dibiayai oleh dana publik,” tegas Revie.
Kasus ini memicu banyak perhatian, terutama dari kalangan jurnalis dan masyarakat yang mengkritik sikap arogan oknum satpam tersebut. Banyak yang mendukung langkah hukum yang diambil oleh IWO Sambas, sebagai bentuk perlawanan terhadap penghalangan kebebasan pers di Indonesia.
Dengan laporan yang telah diajukan, IWO Indonesia berharap kasus ini bisa diselesaikan secara adil, dan menjadi pembelajaran agar setiap orang menghormati tugas dan hak jurnalis dalam menyebarkan informasi yang penting bagi masyarakat.
( CH86 )
Sumber: JN/98 dan Revie (Ketua DPD IWO Indonesia Kabupaten Sambas)