REALITANEWS.OR.ID, DEMAK, 04 Juni 2025 – Langkah Kasat Intel Polres Demak yang melaporkan seorang aktivis sosial sekaligus CEO media online Hukum dan Kriminal, Eko, atas dugaan pencemaran nama baik menuai kritik tajam dari masyarakat. Warga menilai tindakan tersebut justru kontraproduktif dan dapat merusak citra institusi Polri yang tengah berupaya membangun kepercayaan publik.
Wartawan dan Aktivis Dilaporkan, Status WhatsApp Jadi Sumber Masalah
Kasus ini bermula dari status WhatsApp yang dibuat Eko, yang isinya berupa kritik terhadap jabatan Kasat Intel Polres Demak. Menurut Eko, status WhatsApp tersebut bersifat terbatas dan hanya dibagikan kepada kontak tertentu, sementara Kasat Intel sendiri bahkan tidak ada dalam daftar kontaknya.
“Iya benar, saya mendapat informasi bahwa saya dilaporkan oleh Kasat Intel Polres Demak atas dugaan pencemaran nama baik. Padahal, status WhatsApp saya hanya bisa dibaca oleh orang-orang tertentu,” ujar Eko saat dikonfirmasi pada Senin (03/06).
Sebagai aktivis sosial dan jurnalis, Eko menegaskan bahwa kritik yang disampaikannya merupakan bagian dari kontrol sosial terhadap jabatan publik. “Kritik saya tidak bersifat pribadi. Ini adalah kontrol sosial atas jabatan publik yang memiliki wewenang besar,” jelasnya.
Putusan MK Perkuat Kebebasan Kritik, Masyarakat Minta Polisi Bijak
Menariknya, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah mengeluarkan putusan Nomor 105/PUU-XXI/2024 yang memperkuat posisi kritik publik. Putusan tersebut menegaskan bahwa pencemaran nama baik tidak dapat dikenakan kepada lembaga pemerintahan, institusi, profesi, korporasi, jabatan, atau kelompok identitas tertentu.
Langkah Kasat Intel ini pun dinilai oleh warga sebagai tindakan yang berpotensi mencederai semangat reformasi Polri. “Seharusnya sebagai pejabat di institusi Polri tidak gegabah dalam melaporkan. Ini justru bisa merusak citra Polri yang sedang berbenah,” ujar R, salah satu warga Demak, Selasa (03/06).
Kontradiksi dengan Arahan Kapolri, Kebebasan Berpendapat Harus Dijaga
Tindakan pelaporan ini dinilai bertolak belakang dengan arahan Kapolri yang kerap disampaikan melalui berbagai platform media sosial. Kapolri menegaskan bahwa masyarakat yang berani menyampaikan kritik adalah sahabat Polri. Kritik yang konstruktif semestinya menjadi bahan evaluasi dan pembenahan institusi, bukan alasan untuk membungkam suara publik.
“Kalau warga atau wartawan dikriminalisasi hanya karena kritik, ini berbahaya untuk demokrasi. Polisi harus bijak dan terbuka terhadap kritik, bukan malah melaporkan,” imbuh R.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polres Demak, khususnya Kasat Intel yang bersangkutan, belum memberikan pernyataan resmi.
Kritik masyarakat atas langkah pelaporan ini menjadi momentum penting untuk mengingatkan kembali tentang pentingnya kebebasan berekspresi, khususnya di era digital. Publik berharap agar Polri tetap menjadi sahabat rakyat, bukan malah menindak tegas kritik yang justru dibutuhkan untuk memperbaiki institusi. (Sutarso)