REALITANEWS.OR.ID, SIMALUNGUN SUMUT || Sejumlah wartawan melaporkan tindakan arogansi yang dilakukan oleh Rukia Seregar, SST, Koordinator PPL Pertanian Kecamatan Hatonduhan, setelah insiden merampas ponsel salah satu wartawan terjadi pada Rabu, 9 Oktober 2024. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran hukum yang serius dan melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Insiden tersebut bermula ketika awak media berkunjung ke kantor PPL untuk mengklarifikasi informasi mengenai kelompok tani yang diduga tidak memenuhi syarat RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Wartawan yang hadir merasa perlu mengonfirmasi informasi yang beredar di masyarakat terkait keberadaan dua orang pengurus dalam kelompok tani tersebut. Namun, upaya tersebut berakhir dengan tindakan represif dari Rukia Seregar.
“Saya sedang melakukan tugas jurnalistik dan merekam situasi di lapangan, tetapi ponsel saya dirampas secara paksa,” ungkap wartawan yang menjadi korban. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk penghalangan terhadap hak-hak pers yang seharusnya dilindungi oleh hukum.
Wartawan yang mengalami insiden tersebut merasa tindakan Rukia tidak hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga mencederai kebebasan pers dan transparansi informasi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pejabat publik. “Sebagai koordinator PPL, dia seharusnya lebih paham tentang pentingnya keterbukaan informasi dan hak-hak wartawan,” tambahnya.
Menyusul insiden tersebut, sejumlah wartawan bersatu untuk melaporkan Rukia Seregar ke pihak berwajib. Mereka berharap tindakan ini dapat memberikan efek jera bagi oknum lain yang berusaha menghalangi tugas jurnalistik. Dalam laporannya, para wartawan menuntut agar hukum ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga pelanggaran semacam ini tidak terulang di masa depan.
Seorang jurnalis senior menekankan, “Kebebasan pers adalah bagian penting dari demokrasi. Setiap tindakan yang merusak kebebasan ini harus ditindak secara hukum.” Dalam konteks ini, mereka juga mengingatkan pentingnya kerjasama antara media dan instansi pemerintah untuk membangun transparansi dan akuntabilitas.
Dengan meningkatnya kesadaran akan hak-hak jurnalistik, diharapkan insiden seperti ini tidak hanya menjadi sorotan publik, tetapi juga mendorong perubahan positif dalam sikap pejabat publik terhadap wartawan. Keterbukaan informasi dan penghormatan terhadap tugas jurnalistik adalah fondasi penting dalam membangun masyarakat yang informatif dan demokratis.
( Red )
Sumber : Tim Gabungan Awak Media