REALITANEWS.OR.ID, KOTA BANDAR LAMPUNG || Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda Untuk Demokrasi (KAMPUD) secara resmi telah menyampaikan laporan atas dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek pengadaan sapi PO senilai Rp. 980.000.000,- dan pengadaan sapi betina persilangan senilai Rp. 2.484.000.000,- yang bersumber dari alokasi APBD Pemerintah Kabupaten Lampung Timur tahun anggaran 2023 ke kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung pada Kamis 27 Februari 2025.
Dalam keterangan persnya, Ketua Umum DPP KAMPUD, Seno Aji yang didampingi oleh Sekretaris Umum, Agung Triyono dan Ketua DPD KAMPUD Kabupaten Lampung Timur, Fitri Andi menyampaikan bahwa laporan yang mereka ajukan menguraikan secara singkat modus operandi yang digunakan oleh Pengguna Anggaran, yaitu Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Lampung Timur, bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam pelaksanaan proyek pengadaan sapi PO dan sapi betina persilangan.
“Telah kita daftarkan laporan terhadap unsur dugaan tindak pidana korupsi oleh pengguna anggaran, yakni Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Lampung Timur bersama satuan kerja terkait dalam pelaksanaan proyek pengadaan sapi PO dan sapi betina persilangan tahun anggaran 2023. Adapun modus operandi yang terjadi terhadap proyek tersebut disinyalir melalui pengkondisian perusahaan penyedia dengan metode e-katalog. Diduga, pengguna anggaran telah mengondisikan calon perusahaan pelaksana sebelum proses pemilihan penyedia melalui e-katalog. Selain itu, terindikasi adanya mark-up harga yang dapat ditinjau dari pembentukan harga dan penentuan spesifikasi teknis oleh pengguna anggaran melalui PPK. Skema ini dimaksudkan agar harga yang dihasilkan dalam metode pemilihan e-purchasing mendapatkan nilai harga penawaran tertinggi, sehingga penyedia yang ditunjuk dapat memberikan fee atau uang setoran proyek kepada pengguna anggaran melalui PPK,” ujar Seno Aji usai menyampaikan laporan.
Seno Aji juga menerangkan bahwa hasil pengadaan sapi PO dan sapi betina persilangan yang menelan anggaran miliaran rupiah tersebut terindikasi tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan. Selain itu, penyaluran sapi kepada penerima manfaat diduga dilakukan dengan praktik kongkalikong dengan pengguna anggaran, sehingga sapi yang diberikan tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya.