REALITANEWS.OR.ID, JAKARTA || Pernyataan Menteri Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Yandri Susanto, dalam sebuah video yang viral di media sosial, menuai polemik. Dalam video tersebut, Yandri menyebut bahwa “Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu LSM dan Wartawan Bodrek.” Pernyataan ini sontak memicu reaksi keras dari berbagai pihak, terutama dari kalangan jurnalis dan aktivis LSM.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam rapat penggunaan dana desa tahun 2025 yang berlangsung pada Minggu (02/02/2025). Menteri PMD menyebut bahwa LSM dan wartawan bodrek sering mengganggu kepala desa dengan meminta uang.
“Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu LSM & Wartawan Bodrek. Karena mereka mutar itu, hari ini minta satu juta, bayangkan kalau 300 desa, tiga ratus juta. Kalah itu gaji menteri. Oleh karena itu, pihak kepolisian dan kejaksaan mohon ditertibkan dan ditangkapi saja itu, Pak Polisi, LSM dan Wartawan Bodrek yang mengganggu kerja para kepala desa,” ujar Yandri dalam video tersebut.
Pernyataan ini memicu kemarahan dari para insan pers dan aktivis LSM yang merasa direndahkan. Catur Haryanto, seorang jurnalis senior, turut menanggapi video viral tersebut.
“Saya sangat tersinggung dengan kalimat ‘WARTAWAN BODREK’. Seharusnya bapak menteri menggunakan istilah ‘OKNUM WARTAWAN’, bukan menggeneralisasi profesi jurnalis,” tegas Catur.
Menurutnya, pernyataan tersebut seolah mengabaikan peran jurnalis dalam mengawal kebijakan publik dan menyoroti penyalahgunaan dana desa. “Jika ada oknum yang melakukan pemerasan, silakan laporkan ke pihak berwenang. Tapi jangan sampai pernyataan seperti ini justru melindungi praktik korupsi di desa,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Catur mengingatkan bahwa wartawan dan LSM memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan, terutama dalam penggunaan dana desa. Ia juga menegaskan bahwa profesi wartawan dilindungi oleh Undang-Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Para wartawan adalah salah satu pilar demokrasi yang tugasnya mengawasi aparatur negara dan pejabat publik. Jangan sampai pernyataan seorang menteri justru menjadi alat untuk melemahkan fungsi kontrol sosial terhadap korupsi di desa-desa,” tandasnya.
Kontroversi ini memicu perdebatan luas di masyarakat. Beberapa pihak menilai pernyataan Yandri sebagai upaya untuk melindungi praktik korupsi di tingkat desa dari sorotan publik, sementara yang lain menganggapnya sebagai kritik terhadap oknum LSM dan wartawan yang menyalahgunakan profesinya.
“Tidak semua wartawan dan LSM itu bodrek dan abal-abal. Itu hanya oknum. Tapi jika kami meminta agar pihak Aparat Penegak Hukum (APH) atau KPK serta Kejagung untuk memeriksa dan menangkap Anda, apakah bapak Menteri PMD bisa menerima?” pungkas Catur.
Polemik ini terus bergulir, dan hingga kini publik masih menunggu klarifikasi resmi dari Menteri PMD terkait pernyataannya yang menuai kecaman luas. [*]