REALITANEWS.OR.ID, BATAM – Dunia hiburan malam di Kota Batam kembali menjadi sorotan publik. Salah satu tempat hiburan populer, yakni First Club Entertainment, diduga melakukan berbagai pelanggaran yang menimbulkan kontroversi. Mulai dari pelanggaran jam operasional, dugaan pelanggaran ketenagakerjaan, hingga keberadaan tenaga kerja asing (TKA) yang dipertanyakan legalitasnya.
Aliansi LSM ORMAS Peduli Kepri menjadi pihak yang paling vokal mengungkap persoalan ini. Mereka menilai lemahnya pengawasan dari instansi terkait membuat pelanggaran di sektor hiburan malam terus berulang.
Jam Operasional First Club Dipertanyakan
First Club disebut kerap beroperasi hingga pukul 04.00 WIB dini hari. Padahal aturan resmi membatasi jam operasional hiburan malam lebih singkat dari itu.
Ketua Umum Aliansi LSM ORMAS Peduli Kepri, Ismail Ratusimbangan, menegaskan bahwa lemahnya kontrol dari Dinas Pariwisata Kota Batam dan Satpol PP membuat praktik ini dibiarkan. “Hiburan malam di Batam tumbuh seperti jamur di musim hujan, tapi tanpa pengawasan ketat. Ini memunculkan banyak pelanggaran,” ujarnya.
Hak Karyawan Diduga Terabaikan
Ismail juga menyoroti soal ketenagakerjaan. Menurut laporan yang diterima pihaknya, banyak karyawan First Club tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Akibatnya, pekerja harus menanggung biaya kesehatan sendiri, sementara jika sakit dan mendapat surat dokter, gaji mereka tetap dipotong.
“Ini jelas bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. Karyawan dirugikan, padahal mereka adalah tulang punggung usaha tersebut,” tegasnya.
Kontroversi Tenaga Kerja Asing (TKA)
Keberadaan tenaga kerja asing juga menimbulkan pertanyaan besar. First Club disebut mempekerjakan TKA dengan posisi strategis, salah satunya Mr. Ye Mao, General Manager asal Tiongkok. Ia disebut memiliki wewenang penuh dalam urusan perekrutan dan pemberhentian karyawan, bahkan melampaui peran HRD lokal.
Aliansi mempertanyakan apakah TKA diperbolehkan memegang kewenangan personalia. Selain itu, kasus dugaan kekerasan terhadap seorang TKA asal Cina bernama Mr. Ran, yang sempat dipulangkan secara diam-diam, juga menambah daftar panjang kontroversi.
Masalah Pajak Hiburan dan Pajak TKA
Persoalan lain yang menjadi sorotan adalah pajak hiburan malam sebesar 40% dari omzet, yang wajib disetorkan ke Pemerintah Kota Batam. Aliansi mempertanyakan apakah setoran pajak tersebut benar-benar sesuai dengan pendapatan yang diperoleh First Club.
Selain itu, kontribusi pajak dari pemodal asing seperti Mr. Hong juga belum jelas. “Apakah mereka benar-benar membayar pajak penghasilan ke negara, atau justru ada kebocoran PAD? Ini harus diaudit,” kata Ismail.
Aliansi Dorong DPRD Gelar RDP
Untuk menindaklanjuti berbagai dugaan pelanggaran, Aliansi LSM ORMAS Peduli Kepri akan mengajukan surat resmi ke DPRD Kota Batam. Mereka mendesak agar digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang menghadirkan instansi terkait, seperti Imigrasi, Dinas Pariwisata, Dinas Pendapatan, dan Satpol PP.
“RDP ini penting agar masyarakat tahu fakta sebenarnya, bukan sekadar opini. Jika terbukti ada pelanggaran hukum, tentu harus ditindak oleh aparat penegak hukum,” jelas Ismail.
Harapan untuk Pemerintah Kota Batam
Aliansi berharap Walikota Batam dan Wakil Walikota Batam ikut turun tangan mengawasi sektor hiburan malam. Lemahnya peran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) disebut menjadi faktor utama maraknya pelanggaran di tempat hiburan.
“Aliansi akan tetap mengawal persoalan ini agar aturan ditegakkan, PAD tidak bocor, dan pekerja mendapat perlindungan. Ini sekaligus mendukung program nasional Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” pungkas Ismail. (TEAM)