REALITANEWS.OR.ID, PONTIANAK KALBAR || Janji-janji pemberantasan mafia tanah yang digaungkan oleh sejumlah pejabat negara selama ini hanya sebatas jargon yang tidak diiringi dengan tindakan nyata. Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, yang menyebut bahwa meskipun pemerintah dan aparat penegak hukum terus meneriakkan komitmen untuk memberantas mafia tanah, langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini masih jauh dari harapan.
Dalam keterangannya pada Rabu, 9 Oktober 2014, Dr. Hofi mengkritik berbagai upaya pemberantasan mafia tanah yang kerap hanya sebatas wacana. Ia menyebutkan bahwa Kejaksaan Agung dan Kepolisian yang telah membentuk tim khusus untuk memberantas mafia tanah, belum menunjukkan hasil signifikan. “Semua ini hanya jargon tanpa aksi konkret. Rakyat kecil yang menjadi korban mafia tanah, hanya bisa berharap pada janji-janji kosong,” ujarnya.
Menurutnya, pembentukan tim pemberantasan mafia tanah oleh Jaksa Agung melalui Surat Edaran No. 16 Tahun 2021, serta instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada seluruh jajaran kepolisian untuk tidak ragu menindak mafia tanah, hanya menghasilkan retorika yang membangun harapan palsu bagi masyarakat.
Kritik atas Janji Penegak Hukum
Dr. Hofi menyoroti pidato-pidato pejabat, seperti Kapolri yang pernah berjanji akan bertindak tegas terhadap mafia tanah, namun kenyataannya masalah ini tetap belum terselesaikan. “Janji mereka untuk menindak tegas mafia tanah hanya sekadar pidato tanpa bukti nyata di lapangan,” jelasnya.
Ia juga mengkritik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang menurutnya masih belum bersih secara internal dari pengaruh jaringan mafia tanah. “BPN sering kali terlibat dalam kasus-kasus pertanahan yang bermasalah, namun hingga saat ini belum ada upaya nyata untuk membersihkan lembaga tersebut dari oknum-oknum yang terlibat dalam praktik mafia tanah,” tambahnya.
Mafia Tanah: Masalah Sistemik
Menurut Dr. Hofi, mafia tanah merupakan kejahatan yang terorganisasi secara sistemik, melibatkan pengusaha, oknum pejabat pemerintah, serta aktor di berbagai lini pemerintahan, mulai dari tingkat pusat hingga daerah. “Jaringan mafia tanah ini sangat rapi dan melibatkan banyak pihak, dari kalangan pengusaha hingga oknum pejabat yang memiliki wewenang di berbagai tingkatan,” katanya.
Selain itu, mafia tanah juga memanipulasi dokumen-dokumen penting seperti akta tanah, sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai palsu. Banyak dari kejahatan ini, menurut Dr. Hofi, melibatkan oknum di bidang administrasi pertanahan yang mengeluarkan dokumen-dokumen tersebut tanpa melalui proses yang sah.
Ketika kasus mafia tanah masuk ke ranah hukum, sering kali proses penanganannya terhambat atau bahkan tidak berjalan sama sekali karena melibatkan oknum aparat penegak hukum. “Tidak jarang, laporan masyarakat terkait mafia tanah mengambang tanpa ada kepastian hukum, karena oknum penyidik ikut terlibat dalam memperlambat proses penyelidikan,” ungkap Dr. Hofi.
Kurangnya Keseriusan Pemerintah
Pengamat tersebut juga menyoroti bahwa pemerintah daerah, kejaksaan, dan kepolisian di Kalimantan Barat tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani masalah mafia tanah ini. “Pemberantasan mafia tanah selama ini hanya bersifat kasuistik dan tebang pilih. Banyak laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, padahal masalah ini sudah sangat merugikan masyarakat,” tegasnya.
Ia menambahkan, meskipun mafia tanah terus menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama di Kalbar, upaya pemberantasannya belum menunjukkan hasil yang memadai. “Hingga kini, penindakan terhadap mafia tanah hanya menyentuh pelaku kecil, sementara aktor besar yang memiliki kekuasaan tetap tidak tersentuh,” tuturnya.
Harapan bagi Rakyat Kecil
Dr. Hofi menegaskan bahwa sebenarnya pemberantasan mafia tanah bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan jika ada kemauan politik yang kuat dari para pemangku kepentingan. Ia mengkritik bahwa masalah mafia tanah selama ini hanya menjadi ajang “hiburan” bagi rakyat kecil tanpa ada solusi konkret. “Jika pemerintah serius, sebenarnya mudah saja melacak dokumen-dokumen pertanahan dan menemukan siapa saja yang terlibat dalam jaringan ini,” ujarnya.
Namun, dengan kondisi yang ada, rakyat kecil hanya bisa berharap bahwa janji-janji pemberantasan mafia tanah tidak lagi sekadar jargon kosong, melainkan diwujudkan dalam langkah-langkah nyata.
( Red )
Sumber : Herman Hofi Pengamat Kebijakan Publik