REALITANEWS.OR.ID, KEPULAUAN RIAU — Penangkapan dua kapal asing berbendera Malaysia, MV Yang Cheng 6 dan MV Zhou Shun 9, di perairan Pulau Nipah, Kepulauan Riau, pada 10 Oktober 2024, sempat menjadi sorotan nasional. Kedua kapal tersebut diduga keras melakukan penambangan pasir laut ilegal yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Namun alih-alih diproses hukum, kedua kapal justru dilepaskan secara senyap tanpa sanksi tegas, memunculkan tanda tanya besar soal integritas penegakan hukum di wilayah laut Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui tim Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), awalnya melakukan penangkapan dengan alasan kuat. Kedua kapal tersebut diketahui mematikan sistem Automatic Identification System (AIS)—indikator umum dari aktivitas ilegal di laut. Dalam pernyataan awal, bahkan disebutkan bahwa pengerukan pasir dilakukan tanpa dokumen resmi, dengan nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp223 miliar.
Namun, dalam perkembangan mengejutkan, KKP melalui Humas PSDKP menyampaikan bahwa tidak ditemukan pelanggaran serius dan pelepasan dilakukan dengan alasan hukum yang “teknis”. Mereka mengklaim telah melibatkan ahli hidro-oceanografi, pelayaran internasional, dan forensik digital untuk mendukung keputusan tersebut. Kedua kapal hanya diberi peringatan dan diizinkan kembali melintasi perairan Indonesia di kemudian hari.
Publik Meradang, Aktivis Menyebut Ini Penghinaan
Langkah tersebut langsung menuai kritik keras dari berbagai pihak, terutama aktivis lingkungan dan masyarakat pesisir. Budiman Sitompul, aktivis lingkungan di Batam, menyebut pelepasan kapal sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan nelayan Indonesia.
“Saat ditangkap, mereka dipuja seperti pahlawan. Tapi saat dilepas, pemerintah lari dari tanggung jawab. Ini penghinaan terhadap kedaulatan dan hukum kita,” ujarnya tegas.